Selasa, 01 Januari 2013

Misteri Jurang Fiscal & Pemilu Jepang


Ada dua peristiwa yang masih menjadi misteri bagi pasar keuangan dunia, yaitu jurang fiskal AS dan pemilu Jepang.

Banyak kalangan yang takut dengan dampak jurang fiskal AS, atau kenaikan pajak dan pemotongan anggaran otomatis yang berlaku pada Januari 2013, bila Gedung Putih dan Kongres gagal mencapai kesepakatan untuk mencari pos-pos yang perlu dipangkas. Pasar kini bertanya apakah para politisi mampu bernegosiasi dan mencari mufakat untuk mencegah AS terjerumus kembali ke resesi.

Meski pada pejabat AS menyatakan optimis deal akan tercapai, pasar keuangan belum yakin itu bisa terjadi dalam waktu dekat. Menurut proyeksi Kongres, jurang fiskal dapat menyebabkan resesi karena menghapus PDB 2-4% dan tingkat pengangguran bisa naik 1%, dengan potensi 2 juta lapangan kerja hilang.Tapi para pengamat masih memperdebatkan dampaknya ke pasar keuangan. Kalau gagal dicegah, sebagian berpandangan jurang fiskal dapat mengangkat dollar, terutama atas euro. Hal ini karena dapat menyebabkan ketidakpastian, faktor yang selalu menjadi katalis dollar.  Mereka juga khawatir jurang fiskal akan mengancam pemulihan saham yang dimulai sejak 2009.

Sementara itu, ada satu lagi drama politik terjadi yang juga berimplikasi besar ke pasar keuangan, pemilu Jepang. Ekonomi terbesar ketiga dunia itu sudah terjebak dalam spiral deflasi selama lebih dari satu dekade. Selama itu juga, yen menguat ke level yang tak masuk akal, menghancurkan daya saing negara yang berorientasi ekspor itu.
Memang, kinerja ekonomi Jepang jauh dari menggembirakan. PDB kontraksi 3,5% selama kuartal ketiga dari tahun lalu. Secara per kuartal, ekonomi kontraksi 0,9% selama periode Juli-September. Ini merupakan kinerja terburuk sejak gempa dan tsunami Maret 2011. Karena itu, ini merupakan resesi kelimanya dalam 15 tahun terakhir. Tapi hal yang menarik dari sudut pandang investor adalah kemungkinan tren itu berubah, dimulai dengan pemilu yang digelar 16 Desember.  Ada kemungkinan pemilih di Jepang akan membuat upaya terbesarnya melepaskan negara dari jeratan deflasi.

Calon juru selamat itu adalah pemimpin oposisi Partai Demokratik Liberal (LDP) Shinzo Abe, politisi yang berikrar menyingkirkan kebijakan finansial ortodoks agar bisa membangkitkan ekonomi. Ia mengatakan ingin melaksanakan program padat karya infrastruktur yang bernilai $2,5 triliun dan menaikkan pajak penjualan yang dirancang untuk mencegah penurunan rating. Ia mengkritik BOJ yang dianggap kurang mampu mengatasi deflasi. Oleh karena itu, ia mendesak BOJ untuk melonggarkan kebijakan dengan menerapkan stimulus moneter tak terbatas dan mempertimbangkan memangkas bunga simpanan menjadi ke nol atau negatif, dalam rangka mendorong perkreditan.

Dalam hanya seminggu, prospek gerakan perubahan yang digagas oleh Abe menyemarakkan bursa Jepang, dan menghantam yen ke level terendah dalam tujuh bulan terakhir. Bila ia menang, dan tren ini bisa berlanjut, pilihan yang logis adalah membeli saham dan menjual yen. BOJ akan mencoba mendorong inflasi yang tentunya bisa menekan mata uang. Keberhasilan mengakhiri deflasi akan bullish untuk saham Jepang. Pertanyaannya adalah apakah pemilu benar-benar menjadi titik balik. Bahkan investor paling ulung pun sulit memutuskan, mengingat masalah Jepang yang pelik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar